Mata
kuliah Sistem Politik Indonesia ada tugas rabu ini, Teori Hukum Konstitusi juga
rabu, Pendidikan HAM hari kamisnya juga tugas, belum lagi Antropologi Budaya.
Ya Allah Robbi, begini rupanya jadi anak kuliahan tugasnya menumpuk tanpa
memahami kondisi hati dan perasaanku. Huh, aku harus bisa meyakinkan hati ini
bahwa ini bagian dari risiko yang harus diambil ketika Aku memutuskan untuk
melanjutkan ke bangku kuliah. Lagipula tidak akan terselesaikan masalah hanya
dengan banyak mengeluh.
Akupun
langsung memutuskan untuk ke perpustakaan universitas mencari bahan yang
relevan atas tugas-tugasku. Dengan langkah gontai penuh lelah ku himpun
semangat untuk mengkonversi jenuh menjadi motivasi, mengubah rasa malas menjadi
aksi, dan ku reduksi lelah bercampur penat, dengan perlahan ku provokasi gairah
untuk meraih prestasi. Aku pun teringat dengan kata-kata Pak Wahyu dosen kami,
“Cara belajar mahasiswa tentu berbeda dengan ketika kalian masih SMA, di sini
kami hanya sedikit mengarahkan untuk kemudian kalian yang mengimprovisasi, baik
dengan mencari referensi relevan maupun bertanya kepada orang yang memiliki
kapasitas keilmuan di bidangnya. Jujur, ilmu yang saya dapat dulu ketika kuliah
hanya dua puluh persen dari dosen, dan selebihnya dari keseriusan saya dalam
belajar sendiri”. Mungkin inilah giliranku untuk meraih yang delapan puluh
persen itu.
Langkah
semakin kupercepat, menjadi penuh semangat, kugenggam jari-jariku rapat-rapat,
dan di dalam hati berteriak hebat “Allahu
Akbar.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar!!!”. Semakin yakin Aku bahwa setelah
kesulitan pasti ada kemudahan, Allah sendiri yang menjanjikan bahkan ayat
tersebut sampai diulang dalam surah Al-Insyirah.
Ini menandakan penegasan bahwa Allah ingin meyakinkan kepada hamba-Nya tentang
hal itu. Sekarang fokusku pada semangat untuk menyelesaikan segala tugas yang
ada dan hari ini semua harus tuntas meskipun ini masih hari selasa. Tiba-tiba
bergetar handphoneku di saku. Aku
sengaja handphone harus dalam mode silent selama berada di kampus. Aku
memahami bahwa aku cukup leler, teledor, dan pelupa jadi sebagai jaga-jaga handphone selalu dalam mode silent. Terlihat di layar handphone nama Budi Komting, ya si budi komisaris di kelas kami. Kawan yang satu
ini memang sangat care dengan dan
sigap jika ada informasi terkait perkuliahan. Langsung saja kuangkat.
“Assalamualaikum,
Hen!”
“Wa’alaikumussalam
kom. Hah, apa cerita?”
“Cuma
ngingetin nih, kau kan leler orangnya!” Ledek Budi.
“Udah
gak usah jujur kali kau pak kom! Kenapa rupanya?” Seketika itu pula feelingku
berubah, sepertinya ada sesuatu yang salah.
“Jangan
lupa jam satu ada kuliah SPI trus jam tiganya THK!” tegasnya.
“Woy
jangan ngelantur kau kom, itu kan mata kuliah besok hari rabu!” Bantahku.
“Huh,
benar perkiraanku.” Desah Budi.
“Apanya
yang benar?”
“Ini
hari Rabu loh Davi Suhendra Sembiring! Gak inget kau, semalam tanggal merah kita
memang libur gak kuliah.”
“Mati
Aku kom, jadi tugas pun hari ini lah ya?”
“Ya
pastinya! Ya udah kerjain dulu sana, mumpung masih jam sepuluh lewat nih!
Mudah-mudahan sempat! Udah ya, nanti pulsaku habis. Assalamu’alaikum!” Budi
langsung menutup tanpa mau mendengarku menjawab salam. Aku semakin cepat,
semakin cepat, dan berlari secepat mungkin ke perpustakaan. Semua harus siap
hari ini.
Alhamdulillah
sampai juga di perpustakaan, setelah mengisi form buku pengunjung dan
menyerahkan kartu perpustakaan langsung aku menuju ke ruangan penuh rak buku
yang berjejer berbaris. Dengan cepat dan sigap kucari buku-buku relevan dan
kutulistandai semua materi yang penting dan bisa dijadikan bahan makalah.
***
Waktu
menunjukkan pukul dua belas pas, di saat yang sama pula semua bahan selesai
hanya tinggal memindahkan dan mengetikkan saja ke laptop. Soal kemampuan
mengetikku tidak bisa diragukan. Aku pernah menjuarai kompetisi mengetik saat
SMA, kecepatan jari-jariku di papan keyboard
melebihi kecepatan para pekerja rental komputer sekitaran kampus. InsyaAllah
selesai hanya lima belas menit tiap makalah baik untuk mata kuliah SPI (Sistem
Politik Indonesia) maupun THK (Teori Hukum Konstitusi). Maka tepat pukul
setengah satu tinggal print out semua
kemudian sholat Dzhuhur di Musholla fakultas dan langsung masuk kuliah.
Jeng..jeng..jeng.. beres deh.
Langsung
ku buka laptop dan menekan tombol power di
sudut kiri atas papan keyboard. Tidak
lama kemudian bercahayalah layar laptop dan meminta pasword. Penting untuk melengkapi laptop dengan pasword mengingat maling laptop
merajalela sekarang ini. Teman-temanku saja sudah enam orang yang mengaku sudah
kehilangan laptopnya. Ya meskipun pasword
tidak mampu mencegah hilangnya laptop, paling tidak sedikit membuat kesal si
maling dan data-data yang sifatnya pribadi tidak disalahgunakan karena harus diinstall ulang pastinya. Kumasukkan
pasword “sembiringmilala” dan enter. Loh, gagal. Kuulang dengan kata yang sama
dan gagal lagi. Coba pake underscore,
gagal. Pakai capslock, gagal. “MasyaAllah, cobaan apa lagi ini?” gumamku. Oh
iya, aku mengganti pasword tadi malam
karena mendengar nasihat dari Arif, “Pasword laptop baiknya sering diganti
secara berkala bang, untuk biar lebih aman!” Seketika itu pula langsung ku
ikuti sarannya dengan mengganti pasword laptopku. Malangnya, Aku tidak ingat
paswordnya apa.
Semua
kata-kata yang familiar bagiku
kumasukkan, tetapi hasilnya masih nihil. Ku SMS Arif dijawabnya kalau dia tidak
tahu. Kulihat jam dan sudah lima belas menit berlalu dengan aktivitas pencarianku.
Namun, Aku tidak menyerah masih terus mencoba hingga ku restart juga
berkali-kali siapa tahu bisa mengingatkanku atau setidaknya memberikan clue tetapi masih saja gagal.
Sudah
tidak ada pilihan lain kecuali harus ke rental komputer dan mengerjakan di
sana. Namun, sudah dapat dipastikan itu tidak akan sempat. Lagipula tidak
diijinkan membawa buku lebih dari dua ke luar perpustakaan ini sementara ada
delapan buku yang harus ku bawa. Aku pun mencari cara dan sungguh sangat tidak
terduga, pertolongan Allah datang. Ku lihat Ersal kawan sekelas tampak lima
puluh meter di hadapanku, tetapi dia tidak menyadarinya.
“Sal,
bawa laptop?” Sergahku.
“Bawak
napa?”
“Minjem
ya, tolong? Tugasku belum siap ini, nah tiga puluh lima menit lagi dikumpul.”
“Eh,
belum siap kau? Pasti lupa ya kan?”
“Udah,
itu gak penting cepatlah tolong ambilkan!”
“Iya,
iya tunggu!” Ersal langsung keluar ruangan menuju loker di lantai bawah yang
dijaga oleh dua petugas security.
Wajar saja, loker adalah sasaran empuk para maling. Beberapa menit kemudian
Ersal datang dan menyodorkan laptopnya, maka jari-jariku pun langsung beraksi.
Tak.. tak.. tak.. suara keyboard yang terjamah jari-jariku.
“Itu
laptopmu ada Hen!” Sambil mengacungkan bibirnya ke arah laptop yang tertutup
dengan pasword terlupa itu.
“Tolonglah
sal, diam dulu muncungmu! Kusiapkan ini nanti kujelaskan semuanya.” Tegasku
pada Ersal yang seharusnya tak layak kucapkan itu karena hari ini dia malaikat
penolongku. Namun, untung saja dia paham dengan kondisiku. Kulanjutkan
pengetikanku dan luar biasa, hanya sepuluh menit tugas pertama selesai. Badas!!! Mungkin inilah yang disebut
dengan the power of kepepet teorinya Jaya Setiabudi. Lanjut dengan tugas kedua
tak.. tak.. tak.. kemudian nyeletuk lagi Ersal.
“Udah
Adzan Dzhuhur Hen, kau bawak ya nanti di kelas Aku duluan ke musholla. Oh iya,
sebenarnya kalau kau mau ada tu tugasku di laptop. Kau edit aja dikit-dikit kan
lebih cepat siap!”
“Kau
kalau mau pigi ya pigi aja sana, jangan pengaruhi Aku dengan cara licik itu!
Go..go..go.. hurry up go!” Teriakku layaknya tentara di film-film hollywood.
Adzan
sudah berkumandang, terdengar jelas di telingaku karena memang corong speaker masjid kampus cukup banyak dan
besar untuk menjangkau seluruh sudut fakultas. Hanya dua fakultas yang tidak
mungkin terdengar di terik siang seperti ini yakni Fakultas Teknik dan Fakultas
Bahasa dan Seni yang memang letaknya di ujung pintu gerbang satu. Aku hanya
berdoa dalam hati dengan tetap sambil mengetik, ampuni Aku ya Allah yang harus
melewatkan sholat Dzhuhur berjama’ah karena tugas ini. Kenapa ya Aku
bisa seleler ini.
Lima
belas menit berlalu dan tuntas sudah tugas kedua. Langsung berlari menuju
lantai bawah perpustakaan untuk print out
dan menjilid. Selesai Alhamdulillah.
Waktu menunjukkan pukul satu tepat, aku menuju kelas untuk menitipkan tugas ke
Budi dan kemudian izin ke musholla untuk menunaikan shalat Dzhuhur di musholla
fakultas.
Penat
dan beratnya aktivitas hari ini luntur seiring guyuran air keran yang menyentuh
indera tubuh ini mulai dari telapak tangan, seluruh permukaan wajah, lengan,
kulit rambut, telinga, sampai kaki. Kesejukan ini terasa benar-benar mampu
menyegarkan raga dan hatiku. Subhanallah, inilah keajaiban wudhu. Kemudian
langsung kulanjutkan dengan aktivitas ruhani, sarana komunikasi langsung antara
makhluk hina dhaif penuh dosa kepada Sang Maha Sempurna. Shalat.
Selesai
shalat aku langsung kembali menuju kelas. Sembari melangkahkan kaki teringat si
pasword laptop, “KEMANA DICARI” pakai capslock. MasyaAllah, padahal dua kata
itu terus terngiang di otakku ketika kebingungan dengan pasword tadi. Ya
sudahlah, mau bagaimana lagi. Mungkin ini cara Allah menegurku agar tidak
terus-terusan teledor dan leler.
Sampailah
aku di kelas untuk kuliah. Ruangan 36.15. Namun Anehhnya, kok sepi? Padahal
beberapa menit yang lalu masih ramai di sini. Aku pun kembali melihat jadwal
perkuliahan siapa tahu salah ruangan, dan tertulis di sana 36.15 artinya tidak
salah. Aku berkeliling fakultas, mungkin ada perubahan kelas. Pindah kelas
adalah hal yang lumrah terjadi di jurusan kami, bisa jadi karena tiba-tiba
pindah ke ruangan multimedia atau karena ruangan dipakai dan alasan lain
sebagainya. Namun, aku tidak menemukan teman-temanku di kelas manapun dan
anehnya fakultas jadi sepi. Apa yang sebenarnya terjadi. Aku bingung setengah
mati. Handphoneku kembali bergetar,
Budi Komting.
“Assalamu’alaikum!”
“Wa’alaikumussalam,
eh di mana kelas kita?” Ku tembak langsung.
“Kelas
apa?” Tanya Budi heran.
“Loh
bukannya kita ada kuliah siang ini? SPI sama THK!”
“Itu
kan mata kuliah hari rabu Hen, ini hari selasa!”
“Yang
bener donk, Kom!”
“Hehehe,
iya becanda Hen. Tadi Bu Kajur ngasih tau kalau siang ini semua perkuliahan
dikansel karena fakultas kita dipakai oleh mahasiswa pascasarjana.”
“Jadi?”
tanyaku.
“Jadi,
ya SPI dan THK dikansel juga.”
“Trus
tugas gimana?”
“Tugas
dikumpulnya rabu depan jadinya.” Kakiku mendadak lemah lunglai tak kuasa
menahan berat tubuh yang cuma enam puluh kilogram ini. Pertanda apa ini
sebenarnya.
“Hendra,
hendra, masih di sana kan kau?”
“Ho’oh!”
Jawabku tak bersemangat.
“Jangan
lupa sore ini ya?”
“Lupa
apa?” Jawabku datar.
“Hutang,
katanya kan mau kau bayar sore ini. Kutunggu di masjid kampus.”
“Apa
iya ada janjiku?”
“Dasar
Matuget!”
“Apa
lagi itu, Kom?
“Mahasiswa
Tukang Forget!” Nyesek.